“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan
rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah
Itulah petunjuk (yang benar)”. dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan
mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi
pelindung dan penolong bagimu.” (QS. al-Baqarah [2]: 120)
Para mufasir sepakat bahwa
keseluruhan ayat dalam surah al-Baqarah turun ketika Nabi Muhammad saw. telah
berhijrah ke Madinah (madaniyyah). Ayat di atas terletak di dalam kelompok ayat
yang berbicara tentang komunitas Bani Israil, yang di dalam QS. al-Baqarah
dimulai dari ayat 40-146. Sementara
mufasir, di antaranya Imam As-Suyuthi, mengutip dari sahabat Ibn ‘Abbas,
menyatakan bahwa ayat tersebut turun berkaitan dengan masalah pemindahan arah
kibalat dalam shalat yang mengarah ke Ka’bah.
Kaum Yahudi di Madinah dan Nasrani di Najran menanggapi dengan sinis,
karena mereka sangat mengharap agar kaum Muslim mengarahkan shalat kea rah
kiblat mereka.1[1]
Ayat tersebut seakan ingin
menguatkan Rasulullah saw. Dalam menghadapi sikap orang-orang Yahudi dan
Nasrani. Hal ini menjadi lebih jelas
apabila diperhatikan ayat sebelumnya khususnya ayat 118 dan 119. Dalam ayat 118 dijelaskan tentang keengganan
Bani Israil khususnya dan orang kafir Mekkah umumnya (karena memang mereka sering
bersikap setali tiga uang dalam menghadapi dakwah Nabi saw), untuk menerima
dakwah Nabi saw. Dengan dalih yang bernada protes “mengapa Allah tidak berbicara kepada kami atau mendatangkan tanda-tanda
kekuasaan-Nya kepada kami”.
Sedangkan dalam ayat 119 Allah
menegaskan bahwa salah satu tugas utama Nabi Muhammad saw. adalah untuk memberi
kabar gembira dan memberi peringatan serta tidak eksklusif hanya untuk kelompok
tertentu tapi kepada semua manusia.
Ternyata tidak setiap orang yang menerima kabar gembira atau peringatan
tersebut menyambut dengan baik, namun ada juga yang menolak. Ayat 120 inilah yang menggambarkan kelompok
mana saja yang menolak sekaligus alasan penolakannya.
Orang-orang Yahudi dan Nasrani
baru akan rela menerima seruan Nabi Muhammad saw. apabila yang disampaikan
adalah ajaran atau tata cara hidup mereka atau Rasulullah saw. terlebih dahulu
masuk dan mengikuti ajaran atau millah
mereka. Susunan ayat tersebut tampaknya memberi
kesan Nabi saw bersedih, karena keengganan mereka untuk meninggalkan agama
sebelumnya untuk masuk Islam.2[2] Sementara di sisi lain, Nabi Muhammad saw. tidak
mungkin akan mengikuti keinginan mereka.
Kemudian, ayat tersebut memberi tuntunan bagaimana menyikapi hal
tersebut dengan menyatakan “Katakanlah
sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk yang sebenarnya.”
Beberapa ayat lain
menginformasikan tentang kesediaan Nabi saw. atas respons sementara orang yang tidak mau beriman, di antaranya QS.
Al-Kahfi [18]: 6:
“Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh
dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak
beriman kepada keterangan ini (Al-Qur’an).”
Juga dalam QS. Fâthir [35]: 8:
“…Maka, janganlah dirimu binasa karena
kesedihan terhadap mereka…”.
Dalam beberapa ayat lainnya Nabi
saw diingatkan oleh Allah swt. bahwa:
“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka
mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq)
siapa yang dikehendaki-Nya” (QS. Al-Baqarah [2]: 272)
Ada sementara kelompok yang
memahami ayat di atas secara literal dengan berkesimpulan bahwa orang-orang
Yahudi dan Nasrani selamanya tidak akan pernah rela terhadap kaum Muslim sampai
kaum Muslim tunduk kepada mereka.
Bahkan, lebih jauh lagi ada yang berkeyakinan berdasarkan ayat tersebut
dengan berpendapat bahwa dasar hubungan antara Muslim dan non-Muslim khususnya
Yahudi dan Nasrani adalah jihad/perang bukan perdamaian, sehingga dengan
pandangan seperti ini dikembangkanlah teori konspirasi; bahwa orang-orang
Yahudi dan Nasrani selalu melakukan konspirasi untuk memusuhi umat Islam.
Pendapat tersebut jelas kurang
tepat, berdasarkan paling tidak tiga alasan.
Pertama, ditinjau dari redaksi
dan hubungan ayat; Kedua, para
mufasir baik klasik maupun kontemporer tidak ada yang berkesimpulan demikian; Ketiga, karena tidak sejalan dengan
pandangan al-Qur’an secara umum menyangkut sifat dan sikap orang Yahudi dan
Nasrani.
No comments:
Post a Comment